Lukisan karya Hardi berjudul “Suhardi Presiden RI 2001” (kanan) turut ditampilkan dalam pameran yang bertajuk ‘Cipta! Kapita Selekta Cikini Raya 73’ di Galeri Seni Gedung Panjang, Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, Jumat (24/6/2022).(Sumber:Kompas.id-)
Penulis : Iman Firdaus | Editor : Vyara Lestari
JAKARTA, KOMPAS.TV – Pelukis Hardi atau R Suhardi, meninggal dunia pada Kamis (28/12/2023) dalam usia 72 tahun. Setelah disemayamkan di rumahnya di Kompleks DKI, Joglo, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, pada hari itu juga, jenazah Hardi dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum Tanah Kusir, Jakarta Selatan. Dia meninggal setelah menderita sakit cukup lama.
Sosok Hardi mudah dikenali, salah satunya lewat lukisan diri yang berpakaian tentara lengkap dan di atasnya tertera “Presiden RI Th 2001 Suhardi”. Lukisan ini dibuat di era Orde Baru, dan tentu saja menimbulkan kehebohan kala itu. Sebab, karya tersebut seakan menantang hegemoni Orde Baru di bawah Presiden Soeharto yang melanggengkan kekuasaan dengan membuat pemilu palsu dan membungkam demokrasi.
Baca Juga: Kabar Duka, Pelukis Djoko Pekik Meninggal Dunia di Usia 85 Tahun
Ketika karya ini ditampilkan dalam Pameran Forum Pelukis Muda Indonesia di TIM tahun 1980, Hardi ditangkap Laksusda Jaya dengan tuduhan makar. Seniman itu ditahan dan diinterogasi habis-habisan selama tiga hari. Hardi memang terbiasa membuat lukisan yang heboh, terutama berkaitan dengan situasi politik di tanah air.
Ketika dia kecewa pada kinerja para wakil rakyat, Hardi melampiaskannya dengan melukis di gerbang masuk Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta pada 2011 silam. Dia melukis gedung DPR RI sebagai WC Umum. Dalam lukisan yang berlatar belakang atap gedung DPR tersebut tergambar banyak patung Sang Pemikir tengah berjongkok seolah-olah sedang buang air besar.
“Aksi ini untuk memprotes tingkah laku mereka yang telah melakukan penghamburan uang rakyat,” ujar Hardi kala itu.
Seniman FX Harsono, yang pernah sama-sama di eksponen Gerakan Seni Rupa Baru (GSRB), mengenang Hardi sebagai seniman yang memiliki watak berani dan konsisten melontarkan kritik sosial politik meski di tengah masa pemerintahan Orde Baru yang sangat represif.https://www.youtube.com/embed/KHwHqeEFFW4?rel=0
“Hardi itu keras, sering meledak-ledak dalam melontarkan kritik sosial politik, baik lewat kata-kata maupun karya lukis. Ia tidak memedulikan situasi pemerintahan yang sangat represif,” ujar Harsono, Kamis (28/12), ketika dihubungi Kompas.id, dalam perjalanan dari Jakarta menuju Yogyakarta.
Bagi Harsono, Hardi menjadi teladan bagi seniman muda untuk terus konsisten terhadap nilai-nilai kebaikan yang diyakini.
Bersama sejumlah seniman muda era 70-an, nama Hardi diperbincangkan ketika mereka memprotes pemberian penghargaan pada sejumlah pelukis senior pada 1974 lewat https://brewokkiri.com/ “Pernyataan Desember Hitam”. Mereka menilai karya para pelukis senior itu mewakili orientasi estetika yang steril dari masalah sosial politik, seperti gaya abstrak dekoratif. Para seniman muda itu lantas mendorong bahasa baru seni rupa yang membumi, beraneka ragam, dan menyentuh persoalan masyarakat.
Baca Juga: Pelukis Ramadhyan Putri Pertiwi Gelar Pameran Kedua di Bentara Budaya Yogyakarta
Tidak heran, selain sering hadir dalam acara-acara kesenian, dia juga sering tampak di acara seminar atau diskusi politik bahkan tak jarang jadi pembicara di sana.